Data
sejarah tidak dapat berubah karena sejarah adalah sebuah peristiwa yang telah
terjadi baik itu seribu tahun atau satu detik yang lalu. Perubahan sejarah
terjadi pada historiografi atau pada saat penulisan sejarah. Peran penulis
dalam memasukan data, ide, serta gagasanya menjadi kunci sebuah peristiwa dapat
berubah.
Perubahan
yang dimaksud bukanlah perubahan secara eksplisit, namun lebih kea rah penafsiran
dan sudut pandang yang dipakai oleh penulis. Sebagai contoh peristiwa 10
November 1945 di Surabaya, dalam sudut pandang penulisan Indonesian sentris,
peristiwa tersebut merupakan pertempuran atau perang. Namun akan berbeda lagi
jika kita menggunakan teori perang.
Oppenhim
berpendapat bahwa perang merupakan suatu pertikaian yang dilakukan oleh dua Negara
atau lebih dengan menggunakan angkatan bersenjata atau tentara dengan tujuan
saling mengalahkan satu sama lain dan mencapai kedamaian berdasarkan kehendak
dari pemenangnya.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa peristiwa 10 november 1945 yang melibatkan Indonesia dan
Inggris bisa dikatakan bukanlah perang. Hal
ini mengacu pada teori perang yang telah di jelaskan sebelumnya.
- Perang terjadi melibatkan dua Negara, sedangkan pada peristiwa 10 november belum bisa dikatakan perang. Hal ini dikarenakan Indonesia belum sepenuhnya bisa dikatakan sebagai Negara seutuhnya, mengingat Indonesia pada waktu itu belum mendapatkan pengakuan intenasional (de jure) sebagai sebuah Negara, sedangkan Inggris merupakan sebuah Negara yang berdaulat.
- Meminjam istilah perang yang adil. Sebuah perang haruslah adil baik dalam segi persenjataan maupun ketentaraan. Namun yang terjadi pada peristiwa 10 november, bisa dikatakan bukanlah sebuah perang. Hal ini dikarenakan melihat segi persenjataan dan ketentaraan yang tidak setara antara pihak Indonesia dengan Inggris. pihak Indonesia dari segi persenjataan hanya menggunakan senjata hasil rampasan dari tentara Jepang, dari segi tentra belum terkoordinasi dengan baik. Tentara Indonesia baru terbentuk pada 5 oktober dengan nama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
- Artinya pada peristiwa 10 november Indonesia baru memiliki Badan Keamanan Rakyat (BKR) belum sepenuhnya berupa sebuah badan ketentaraan. Sedangkan inggris dari segi persenjataan telah mempunyai dan memproduksi sendiri baik itu senjata api maupun kendaran perang seperti pesawat kapal perang dan juga tank, dari segi tentra, inggris memiliki tentara yang sudah terlatih dan punya banyak pengalaman dalam perang seperti pada perang Dunia ke-2.
Maka
dapat di Tarik kesimpulan jika merujuk pada teori perang baik pada poin pertama
dan ke dua, peristiwa yang terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya, Indonesia
bukan lah sebuah perang. Mengingat dari segi logistic dan ketentaraan yang
memiliki perbedaan yang cukup jauh dari segi kemampuan maupun pengalaman.
Namun
kembali lagi pada prespektif bagimana kita melihatnya, jika kita melihat dari
sejarah Indonesian sentris peristiwa 10 November merupakan sebuah perang yang
patut untuk di kenang dan sebagai pemantik semangat dalam menumbuhkan jiwa
nasionalisme rakyat Indonesia. Sedangkan jika dilihat dari prespektif lain
seperti dalam prespektif teori perang maka bisa dikatakan peristiwa 10 November
bukan termasuk sebuah perang.
Pandangan
Indonesia sentris ataupaun dalam sudut pandang dengan teori perng, merupakan
apa yang disebut dengan jiwa zaman. Ketika Indonesia merdeka atau era orde lama
dan orde baru sangat penting untuk melihat peristiwa kolonial dan usaha
kemerdekaan dari sudut pandang Indonesia sentris, hal ini untuk menigkatkan
jiwa patriotism dan nasionalisme rakyat Indonesia.
Sedang
untuk era kontemporer atau reformasi kita harus melihat peristiwa sejarah dari
berbagai sudut pandang, bukan untuk mengurangi rasa nasionalisme atau untuk
merendahkan bangsa sendiri. Namun itu semua untuk memperkaya khasanah keilmuan
yang ada di Indonesia sekaligus menambah prespektif dalam penulisan
historiografi.
No comments:
Post a Comment