Sosiologi, Sejarah, Budaya, Politik dan Kebangsaan

Tuesday, May 5, 2020

Komik dan Wacana Politik Orde Baru


                Orde baru memiliki berbagai macam cara untuk membangun legitimasinya sebagai penguasa yang memiliki peran besar dalam memajukan, menjaga dan merawat Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Hampir segala macam media di manfaatkan orde baru untuk disebarkan kemasyarakat akan mahsyurnya orde baru.  Salah satu media yang pernah digunakan untuk membangun legitimasinaya adalah komik, Komik tersebut berjudul Merebut Kota Perjuangan.
                Komik Merebut Kota Perjuangan merupakan garapan dari komikus Hasmi, Wind NS dan tim. Hasmi dan Wind NS merupakan komikus kenamaan pada pada era 1970. Salah satu komik terpopuler karya Hasmi adalah Gundala Putra Petir yang mengawali debutnya pada tahun 1969. Kepopuleran dari komik Gundala Putra Petir membuatnya diangakat ke layar lebar pada 1981 dan di remake kembali pada 2019 oleh sutradara kenamaan Joko Anwar.
                Banyak penelitian-penelitian akademis pada era reformasi yang menganggap penerbitan komik Merebut Kota Perjuangan penuh dengan kepentingan dan syarat akan politik. Di era reformasi anggapan negatif selalu  teralamatkan ke orde baru, seolah-olah kebijkan-kebijakan yang dibuat hanya untuk menutupi kebusukan rezim. Ulasan-ulasan/tulisan banyak mengarah keburukan rezim orde baru sebagai pengusa yang otoriter berterbangan di media massa baik online maupun offline. Berikut akan diuraikan secara umum penggambaran orde baru oleh penulis di era reformasi.
Komik Merebut Kota Perjuangan terbit pada 1984, di terbitkan di bawah rezim orde baru imbas dari krisis minyak mulai dari penerimaan migas yang mengalami penurunan, serta anggaran Negara mengalami defisit. Komik Merebut Kota Perjuangan mengambil latar Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Komik tersebut di tulis berdasarkan fakta sejarah, artinya setiap adegan dalam komik di tulis seakurat mungkin berdasarkan saksi-saksi sejarah.
Komik Merebut Kota Perjuangan menonjolkan Letnan Kolonel Soeharto sebagai tokoh utama (sentralisasi pada 1 tokoh). Hal ini nampak pada pengurangan kehadiran tokoh-tokoh penting lainya dalam peristiwa Serangan umum 1 maret.  Sebut saja Sebut saja Kolonel Bambang yang secara kemiletaran merupakan atasan Letkol Soeharto. Namun, dalam serang umum 1 maret tersebut peranan dari Kolonel Bambang tidak begitu nampak, padahal seharusnya sebagai pemimpin jelaslah beliau punya andil besar dalam oprasi serangan 1 maret tersebut.
Selain Kolonel Bambang yang mengalami pengurangan kontribusi terdapat pula tokoh lain yang juga mengalami pengkerdilan peran dalam komik tersebut. Tokoh itu adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, padahal Sri Sultan merupakan salah satu tokoh yang disinyalir sebagai pemrakarsa dalam serangan umum 1 maret.
Sentralisasi atau penokohan utama Letnan Kolonel Soehrto serta pengkerdilan tokoh-tokoh lain yang memiliki peran penting dalam Serangan Umum 1 Maret, menjadikan para peneliti dan para akedemisi banyak berspekulasi kalau komik Merebut Kota Perjuangan syarat akan unsur politik dan pencitraan rezim Orde Baru.
Sebenarnya para peneliti dan akademisi tersebut tidaklah salah karena mereka mempunyai teori dan argument masing-masing untuk membenarkan penelitian mereka. Namun ada yang perlu dingat bahwa komik merupakan produk seni. Lebih spesifiknya adalah seni bercerita dengan panduan gambar. Sebuah komik memiliki kemiripan dengan dongeng, novel atau karya sastra lainya. Artinya sebuah komik perlu memiliki tokoh utama.
Maka bisa di ambil kesimpulan kalau sebuah komik menonjolkan individu sebagai tokoh utama. Jika dalam komik terlalu banyak tokoh sentral (utama), ceritanya tidak akan menarik dan cenderung memecah konsentrasi pembaca dalam mengidentifikasi tokoh utama. Maka adalah hal wajar jika Letnan Kolonel Soeharto dijadikan tokoh utama dalam komik Merebut Kota Perjuangan mengingat komik tersebut proyek dari orde baru.
Pengurangan peran Seperti Kolonel Bambang Sugeng serta Sri Sultan Hamengkubuwono IX bukan untuk menghilangkan kedua tokoh tersebut. Pembuatan komik Mererbut Kota Perjuagan lebih dilihat dari sudut pandang Letnan Kolonel Soeharto sebagai tokoh utama. Hal ini akan berlaku sebaliknya, jika yang menjadi tokoh utama Kolonel Bambang Sugeng, maka porsi Letnan Kolonel Soeharto juga akan sedikit dan mungkin bisa jadi tidak ada sama sekali.
Terlepas benar atau tidaknya komik Merebut Kota Perjuagnan syarat akan unsur politik dan pencitraan rezim orde baru, komik tetaplah komik dimana dia merupakan sebuah karya seni yang berisi perjalanan seorang individu sebagai tokoh utama.


No comments:

Post a Comment