Sosiologi, Sejarah, Budaya, Politik dan Kebangsaan

Thursday, April 23, 2020

Politik Etis: Pedang Bermata Dua


     Setelah sekian lama belanda dan voc mengeruk keuntungan yang sangat banyak dari tanah jajahanya Hindia Belanda, pada 1901 negeri Induk yaitu belanda di bawah ratu Wilhelmina yang baru naik tahta mengumumkan politik etis atau politik balas budi kepada wilayah jajahanya yaitu hindia belanda.
         Pemberlakukan politik etis tidaklah berlangsung tanpa adanya latar belakang yang memulainya. Alasan pertama sistem tanam paksa yang menyengsarakan rakyat. Hal ini dikarenakan tanaman dari sistem tanam paksa adalah tanaman komoditas yang laku di jual di eropa, selain itu sistem liberal yang masuk ke wilayah nusantara membuat kesengsaraan rakyat semakin bertambah hal ini disebabkan pihak swasta menyewa tanah dengan kurun waktu yang lama dan menyengsarakan rakyat.
Sistem tanam paksa dan sistem liberal yang diterapakan membawa dampak buruk seprerti kelaparan yang diderita oleh rakyat bumiputra. Sehingga munculkan pergerakan di kerajaan belanda oleh para humanis. Desakan demi desakan yang di lontarkan oleh kaum humanis Belanda lah yang memaksa pemerintah Belanda menjalankan politik etis. Kaum humanis dan rakyat belanda mulai tercerahkan setelah mereka melihat kenyataan yang begitu mengerikan yang telah di alami oleh rakyat hindia belanda. Lewat berita di media masa dan tentu saja bukunya Douwes Dekker dengan nama pena multatuli yang berjudul max havelar, masyarakat belanda mengetahui ketimpangan yang terjadi antara negeri induk dan negri koloni.
         Ada tiga poin utama dalam penerapan politik etis, pertama pendidikan, irigasi dan transmigrasi. Ketiga poin tersebut memberikan dampak positf bagi pemerintah kolinial hindia belanda. Dari sector pendidikan, tumbuhnya kalangan terdidik dari rakyat bumiputra bermanfaat bagi pemerintah kolonial sebagai tenaga ahli dalam membantu tugas pemerintahan. di bidang irigasi, pengairan yang cukup membuat lahan pertanian atau perkebunan milik pengusaha swasta menjadi lebih baik sehingga menghasilkan hasil panen yang berkualitas. Sedang di sector transmigrasi, memimdahkan penduduk jawa yang terlalu padat ke daerah lain yang masih kosong untuk di tinggali dan mengolah lahan tersebut sebagai lahan pertanian atau perkebunan.
Politik etis yang diterapkan oleh pemerintah belanda kepada tanah jajahanya di hindia belanda seperti pedang bermata dua, ketika pedang bermata dua digunakan dengan ceroboh bisa menjadi senjata yang melukai pemiliknya. Di satu sisi penerapan politik etis membawa keuntungan bagi pemerintah kolonial seperti pembukaan lahan baru untuk perkebunan atau pertanian, namun juga membawa dampak yang tidak di sangka oleh pemerintah kolonial seperti munculnya kaum terpelajar yang melawan pemerintah kolonial.
                Pendidikan yang menjadi program politik etis memunculkan banyak kaum terpelajar dari bumiputra, Seperti soekarno, hatta, syahrir, ki hajar dewantoro dll. Kemunculan kaum terpelajar ini menjadi gelombang besar perlawanan rakyat bumi putra terhadap pemerintah kolonial. Kaum terpelajar yang telah tercerahkan oleh ilmu pengetahuan dari eropa mulai memiliki pemikiran krtis atas nasib bangsanya yang selama beberapa abad dimonopoli dan dikuasi kolonialisme.
      Kesadaran akan penindasan maupun diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial membuat kaum terpelajar bumiputra sadar akan pentingnya semangat kesatuan antar sesama rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Masyarakat yang terpelajar memiliki pemikiran yang maju dan memiliki jiwa nasionalisme, mereka mulai berfikir untuk menjadi bangsa yang mampu berdiri diatas kaki sendiri tanpa di kuasai oleh bangsa asing. Cita-cita untuk merdeka inilah yang banyak membawa kaum terpelajar bumiputra mendapatkan pengawasan oleh pemerintah kolonial atas aktifitas politiknya yang meresahkan.
          Seperti yang terjadi pada kaum terpelajar yang menentang dan mengkritisi pemerintah kolonial pada akhirnya mereka mendapat hukuman berupa pengasingan dan pembuangan agar tidak melakukan propaganda kepada rakyat bumiputra untuk melakukan perlawanan kepada pemerintah kolonial.
       Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kaum terpelajar bumi putra yang telah mendapat pendidikan eropa menjadi kriitis terhadap kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah kolonial. Salah satu contohnya adalah tulisan ki hajar dewantoro pada surat kabar de expres yang berjudul “jika aku seorang belanda” tulisan itu mengkritik pemerintah kolonial ketika mereka menarik upeti rakyat untuk melakukan perayaan atas 100 tahunnya kemerdekaan belanda dari prancis.
Puncak dari perlawanan para terpelajar bumi putra adalah ketika pembacaan proklasimasi kemerdekaan dan berdirinya Republik Indonesia. Kemerdekaan Indonesia tidak akan bisa di capai apabila rakyat bumi putra tidak tercerahkan oleh pendidikan modern dan semangat untuk berdiri dengan kaki sendiri dan berdaulat atas diri beserta tanah kelahiranya.

No comments:

Post a Comment