Sosiologi, Sejarah, Budaya, Politik dan Kebangsaan

Tuesday, March 24, 2020

Penyebab Konflik



                Norma, moral, tata tertib dan konflik sosial yang bersifat normative selalu ada dalam kehidupan masyarakat. Terbentuknya masyarakat yang tertib berdasarkan norma dan peraturan yang disepakati bersama baik itu yang tertulis maupun tidak, hal ini tidak menjamin bahwa dalam masyarakat tersebut tidak ada konflik walau hanya kecil atapun hanya bersifat potensial saja. Harus diingat bahwa dalam masyarakat terdapat kenyataan-kenyatan sebagai berikut:
  1. Setiap struktur sosial yang ada dalam masyarakat menganduk konflik beserta kontrakdiksi-kontradiksi yang bersifat internal. Artinya hal ini akan membawa struktus sosial dalam masyarakat akan mengalami perubahan sosial dengan asumsi bahwa perubahan ini dibarengi oleh konflik.
  2. Munculnya reaksi dari sistem sosial terhadap perubahan yang datang dari luar dengan kemungkinan reaksi yang muncul tidak selalu bersifat adjustive
  3. Suatu sistem sosial dapat juga mengalami konflik-konflik sosial yang bisa memakan waktu lama.
  4. Perubahan sosial datang tidak selalu bertahap sedikit demiki sedikit melalui penyesuaian yang halus, akan tetapi bisa secara mendadak dan revolusioner.[1]
Pandangan di atas berbeda dengan pandangan dari pendekatan konflik, dalam pendekatan konflik memiliki argumen dan teori tersendiri mengapa masyarakat memiliki potensi memunculkan konflik. Adapun anggapan tersebut adalah sebagai berikut.
  1. Setiap masyarakat merupakan bagian dari sebuah proses perubahan yang setiap saat mengalami perubahan.
  2. Setipa masyarakat memiliki potensi untuk memunculkan konflik ke permukaan yang timbul dari dalam dirinya dimana konflik bisa meluas dan menimbulkan perubahan yang tidak teratur.
  3. Setiap masyarakat memiliki potensi memberikan percikan-percikan perpecahan berupa disintegrasi
  4. Setiap masyarakat yang terintegrasi memiliki potensi untuk dikendalikan oleh kepentingan dan didominasi oleh sebagain golongan berkepentingan.
Morton Deutsch (1973), berpendapat bahwa konflik muncul karena adanya hubungan dalam masyarakat yang saling bergantung satu dengan lainya (bersifat negatif).[2] Setiap konflik dalam masyarakat memiliki dua dimensi sekaligus yaitu, dimensi kooperatif dan dimensi kompetitif. Konflik dengan kadar kompetisi yang cukup tinggi akan membawa dampak destruktif, sedangkan konflik dengan dimensi kooperatif akan menimbulkana dampak konstruktif.
Pendirian, kebudayaan, kepentingan, perubahan sosial, ketidakadilan, terkikisanya nilai kebersamaan dan keharmonisan, juga merupakan faktor yang tidak kalah penting sebagai penyebab konflik di masyarakat. Tidak kalah penting atau bahkan bisa dikatakan sebagai faktor utama penyebab konflik adalah perasaaan. Perasaan memegang peran penting dalam membawa masyarakat menuju konflik. Hal ini terjadi karena perasaan membawa sesorang jatuh kedalam jurang perbedaan sehingga ada rasa untuk menjatuhkan lawanya.
  1. Competition (persaingan). Persaingan yang terjadi baik antar Individu ataupun antar kelompok dimana ada ambisi dan kepentingan untuk mencari keuntungan dalam bidang-bidang yang menjadi perhatian umum yang dimana merupakan pusat persaingan dalam masyarakat. Persaingan yang terjadi baik antarindividu maupun antara kelompok memiliki tujuan yang hampir mirip yaitu untuk mencapai dominasi tertinggi. Pada akhirnya persaingan yang terjadi baik individu maupun kelompok memunculkan persaingan dalam bidang peranan, kebudayaan, politik, ekonomi, suku, maupun ras.
  2. Kontravensi. Kontravensi berasal dari bahasa latin, contra dan venie yang memiliki arti menghalangi. Kontravensi merupakan usaha untuk menghalangi atau menentang pihak tertentu. Bisa dikatakan bahwa individu atau kelompok yang bersaing baik dengan individu mapun kelompok memiliki tujuan untuk menggagalkan sainganya, hal ini terjadi kemungkinan karena ada unsur ketidaksuakaan atau ketidaksepahaman.




[1] anonim. Sosiologi SMA/MA XI. Hal. 53
[2] Ibid.,

No comments:

Post a Comment