Sosiologi, Sejarah, Budaya, Politik dan Kebangsaan

Wednesday, May 6, 2020

Kolonialisme dan feodalisme: pundi-pundi kesengsaraan rakyat


        Arus utama penulisan kolonialisme di Indonesia masih ditulis dengan sudut pandang Indonesian sentris atau sudut pandang penulisan sejarah berdasarkan bangsa Indonesia. Sudut pandang Indonesian sentris masih menuliskan kalau kolonialisme VOC dan Belanda adalah orang jahat biang keladi dari keterpurukan dan penderitaan bangsa Indonesia. Disisi lain semua bangsa Indonesia termasuk para bangsawan adalah orang baik yang tertindas.
    Padahal jika ditelusuri secara objektif sejarah kolonialisme di Indonesia sedikit banyak berlangsung karena ketamakan dari para bangsawan feodalnya. Bangsawan feodal yang bisa dikatakan mementingakan kekuasaanya menjadi celah masukanya kolonialisme di berbagai wilayah di Indonesia. Berbagai literature sejarah pra kolonial banyak yang menuliskan tentang konflik perebutan kekuasaan antar bangsawan. Hal ini juga berlangsung ketika VOC datang berdagang, kemudian konflik ini dimanfaatkan oleh VOC untuk mendaptkan keuntungan yang besar.
       Seperti yang di ketahui bahwa kolonialisme awal di Indonesia bukan dilakukan langsung oleh sebuah Negara, namun oleh pedagang (VOC). VOC yang merupakan pedagang dengan hak khusus yang diterima oleh pemerintah Belanda dapat memiliki tentara dan senjata jelaslah memanfaatkan konflik yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia untuk dapat masuk dan mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Apalagi VOC memiliki persenjataan perang yang terbilang lebih cangih dan memiliki daya hancur yang lebih kuat dibandingkan dengan senjata yang ada di kerajan-kerajaan yang ada di Indonesia.
         Keberpihakan VOC juga tidak pandang bulu, selama pihak yang dibantu mau memenuhi syarat dan memberikan keuntungan besarlah yang akan menjadi sekutu dan akan mendapatkan bantuan ketentaran lengkap dengan persenjataannya.  Bukti perjanjian antara VOC dan para bangsawan feudal di Indonesia bisa dilihat di Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum. Kemenagan perang tidak membuat kerajaan semakin baik, yang ada kerajan-kerajaan di Indonesia mengalami kebangkrutan karena harus membayar VOC dengan jumlah yang tidak sedikit.
      Kebangkrutan kerajan-kerajan memaksa mereka menyerahkan sebagian wilayah dan Bandar dagang ke tangan VOC. Maulai dari sinilah VOC masuk kepemerintahan dan mulai ikut campur dalam pemilihan raja. VOC yang notabennya adalah perusahaan dagang tidak mau merugi dengan merubah sistem feodal yang ada. Alih-alih mengganti yang ada VOC memanfaatkan pemerintah feodal untuk dijadikan pegawainya guna menarik upeti dan hasil panen dari rakyat.
       Mulai dari sinilah persekutuan antara bangsawan feodal dan kolonial VOC terjalin dan mulai memeras keringat dari rakyat untuk kepentingan mereka. Bangsawan tidak melakukan perlawanan karena kehidupan dan kekuasan meraka masih aman, mereka tetap bisa makan dan tidur enak dengan hasil dari upeti dari rakyat.
Kerjasma antara pemerintah feodal dan kolonial VOC terus berlansung sekalipun VOC mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan VOC diakibatkan maraknya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di tubuh pejabat-pejabat VOC. Kebangkrutan VOC tidak membuat praktek kolonialisme dan kesengsaraan rakyat berhenti, bahkan bisa dikatakan kesengsaraan rakyat semakin bertambah parah. Apalagi ketika Pemerintah Belanda mengambil alih VOC yang telah bangkrut dan melakukan praktek kolonial yang lebih kejam seperti pemberlakukan tanam paksa (mengganti tanaman pokok rakyat ke tanaman komoditi yang laku di jual di pasar eropa).
Memang dalam sejarah terdapat perlawanan terhadap VOC dan pemerintah kolonial Hindia-Belanda, seperti perang Padri, ataupun perang Jawa. Namun perang tersebut tidaklah massif, kebanyakan para bangsawan lebih memilih bersekutu dengan pemerintah kolonial sehingga kekuasan feodalnya tetap aman dan bisa hidup mewah.
Dapat disimpulkan kalau kolonialisme di Indonesia tidaklah hitam putih Padahal jika dilihat berdasarkan fakta yang ada sejarah kolonialisme tidak lah hitam putih seperti kebanyakan dalam buku-buku sejarah dan cerita dari orang-orang tua. pihak kolonialisme jahat (hitam) sedangakan bangsa Indonesia beserta bangsawan feodalnya baik (putih). Jika hanya hitam putih saja kolonialisme di Indonesia tidak akan bertahan lama, namun yang terjadi kolonialsime di Indonesia terjadi begitu lama.
         Sejarah resmi dari pemerintah dan kebanyakan buku-buku sejarah masih menulis berdasarkan sudut pandang Indonesian sentris, bahkan disekolah pun juga demikian sejarah masih dinarasikan hitam putih (kolonial jahat sedang bangsa Indonesia orang baik). Bukanya tidak ada sejarawan yang menulis keluar dari Indonesian sentris atau anti mainstream, namun bisa dikatakan masih sangat jarang. Jumlah yang sedikit tak jarang tidak begitu berpengaruh dampaknya terhadap penulisan sejarah arus utama.
      Menarasikan sejarah kolonial hitam putih diangap oleh para penguasa Negara pasca kemerdekaan sebagai cara untuk meningkatkan nasionalimse rakyat Indonesia. Namun yang perlu menjadi catatan dan sebagai bahan refleksi adalah bangsa Indonesia terjajah dan mengalami kolonialisme bukan karena jahatnya VOC dan Belanda. Namun karena rakusnya elit penguasa yang rela menjual rakyatanya untuk kekuasaan dan mementingkan kepentingan sendiri. Jika kita tidak menyadari bahwa kerusakan Negara ini diakibatkan oleh rakyatnya sendiri terutama elit pengusanya maka rasa nasonalisme akan percuma saja.
      Sebagai cacatan: sejarah haruslah diajarkan berdasrkan fakta yang ada agar generasi muda tau kalau kehancuran bangsanya bukan karena bangsa lain, namun karena diri sendiri yang menghamba untuk berkuasa, menimbun kekayaan untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan nasib dari rakyatnya.

Daftar Pustaka

No comments:

Post a Comment